Di hampir seluruh wilayah Indonesia dengan mudah "tempat praktek" tukang gigi dengan ciri gambar gigi putih bergusi merah menyala dapat dijumpai. Bila dahulu hanya menerima pembuatan gigi palsu saja, kini "kompetensinya" telah makin bertambah sehingga juga menerima pemasangan "alat orto", jaket, sampai penambalan gigi. Tentu saja tanpa memperhati-kan kaidah medis karena mereka memang mereka tidak pernah mempelajarinya. Masalah penanganan tukang gigi di Indonesia memang mengalami kemunduran, seorang dokter gigi senior di Jakarta menuding otonomi daerah yang melahirkan birokrat Dinas Kesehatan berwawasan hukum sempit sebagai penyebabnya. Menurutnya sebenarnya kebijakan pemerintah pusat tentang tukang gigi sudah jelas yaitu penghi-langan secara alami dengan cara tidak memberi izin baru, seperti diatur dalam Permenkes Nomor 53/DPK/K/69 dan Kepdiryandik Nomor 234/Yan.Med/KG-5/91. Kedua surat keputusan ini sampai sekarang belum pernah dicabut sehingga mengherankan bila ada upaya memasukan tukang gigi ke dalam golongan pengobatan tradisional, ujarnya. Seorang pakar hukum keseha-tan dalam sebuah kesempatan seminar menambahkan bahwa praktek tukang gigi dapat dikenai tuduhan pelanggaran terhadap Pasal 73 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004. Karena merupakan suatu pelanggaran terhadap undang-undang, beliau menganjurkan agar Pengurus Besar PDGI melaporkan masalah ini kepada Mabes Polri di Jakarta supaya memiliki efek ke seluruh Indonesia. Permasalahan tukang gigi banyak mendapat komentar pembaca DENTAMEDIA setelah menbaca artikel Asep Jajuli Arwana berjudul "Beda Dokter Gigi dengan Tukang Gigi" yang di muat dalam DENTAMEDIA Nomor 3 Volume 10. Beberapa tindakan "praktek" tukang gigi yang dilaporkan membahayakan masyarakat antara lain : Pembuatan gigi tiruan tanpa mencabut sisa akar dan menambal gigi yang berlubang, pembuatan gigi tiruan langsung di dalam mulut tanpa proses pencetakan, pembuatan gigi tiruan lepasan yang tidak bisa dicabut, penambalan gigi tanpa pembuangan jaringan karies atau perawatan saluran akar, serta pemasangan alat ortodontik cekat dengan tujuan untuk variasi. Penghilangan tukang gigi sebenarnya telah menjadi agenda sejak Kongres PDGI yang pertama di Jakarta, bahkan sebagian sesepuh dokter gigi mengatakan bahwa salah satu hal yang mendorong Belanda mendirikan STOVIT di Surabaya adalah untuk menghilangkan para Tandmeester atau tukang gigi yang prakteknya asal-asalan, namun sayang walau telah 79 tahun upaya itu dilakukan, sampai sekarang tukang gigi tetap ada. *Dentamedia No 1 Vol 11 Jan-Mar 2007. Naskah : Kosterman Usri. Foto: H.R. Ginandjar A.R.
10 komentar untuk "TUKANG GIGI MAKIN MEMBAHAYAKAN MASYARAKAT"
Saya rasa wajar jika pendidikan dokter gigi mahal karena baik ilmu dan materi yg digunakan juga mahal, sekarang untuk golongan ekonomi lemah atau masyarakat umum telah disediakan, bahkan dari jaman orde baru, puskesmas yg terdapat jasa tenaga medis dokter gigi untuk melayani masyarakat tersebut dan tentu saja jauh lebih murah.
Saya rasa kembali ke hati nurani kita masing-masing bagaimana menyikapi masalah ini, saya sebagai dokter gigi saja masih deg-degan dan hati-hati sekali dalam memberikan pelayanan medis kedokteran gigi kepada masyarakat apalagi tukang gigi yg notabene rata2 belum mendapatkan pembinaan dan arahan yg baik.
Mohon pemerintah dan organisasi profesi dapat menyikapi persoalan ini dengan tegas dan bijak. Terima kasih.
Bagaimana nasib tukang gigi yg ada skarang jika mata pencaharianx dilarang?
Apakah ADA yg brani mjamin bahwa tidak ada MALPRAKTIK pada dokter gigi?
Apa bisa pelayanan dokter gigi semurah tukang gigi?
Emangnya brapa biaya pemasangan gigi palsu ama dokter gigi di puskesmas?apa ada?apa murah?
Ya,saya cuma bisa berharap supaya orang pintar bisa cerdas menyikapi hal ini,sehingga tidak ada yg dirugikan,
jadi rekan rekan yang bukan profesi dokter gigi dan memberanikan diri untuk melakukan tindakan yang seharusnya itu hak dokter gigi,... tolonglah.. sadar... dan .. insaf...
siapapun dia pasti akan marah kalau ada orang yang menyerobot masuk dan merebut lahan yang menurut aturan undang undang menjadi garapannya.....
thanks ya..
tapi ingat 250 jt penduduk indonesia terselamatkan dari praktek tanpa ilmu dan ilegal !!!!!. mengorbankan sedikit demi kebaikan yg lebih besar.
keadilan itu bukan sama rata tapi proporsional. jadi samina watona.. ikuti hukum yg berlaku !!!