Tindakan pemasangan alat ortodontik cekat oleh tenaga di luar dokter gigi --populer disebut pasang behel--, semakin hari semakin marak dimana-mana. Iklan penawaran pemasangan behel dengan mudah dapat ditemui di berbagai tempat, apalagi di dunia internet. Sebenarnya kondisi ini menandakan adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai estetis gigi, namun menjadi masalah besar karena untuk mendapatkan perawatan, mereka tidak datang ke dokter gigi tetapi ke orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kompetensi melakukan perawatan ortodontik.
Adanya "tindakan perawatan gigi" oleh bukan dokter gigi sejatinya adalah sebab kemudian Belanda mendirikan STOVIT di Surabaya, mereka gerah dengan tindakan para Tandmeester (tukang gigi) yang membahayakan masyarakat. Masalah ini kemudian menjadi salah satu agenda perjuangan awal PDGI yang dipimpin Prof. Soeria Soemantri, sampai akhirnya berhasil membuat Departemen Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes No. 53/DPK/69 yang semangatnya adalah menghilangkan profesi tukang gigi secara alami dengan cara tidak memberi izin tukang gigi baru.
Dengan permenkes itu seharusnya permasalahan selesai, namun ternyata saat ini mereka malah semakin banyak. Pelayanan yang diberikanpun semakin berkembang, bukan hanya membuat gigi tiruan lepasan tetapi juga gigi tiruan cekat, penambalan, serta yang saat ini sedang populer adalah pemasangan behel. Dan ternyata pelaku pemasangan behel bukan hanya dari kalangan tukang gigi saja tetapi juga mereka yang menamakan diri ahli gigi, ahli behel, asisten drg, salon kecantikan, serta ibu rumah tangga biasa. Silahkan buka di jejaring sosial facebook, mereka bahkan membuat grup tersendiri.
Ini semua tentu amat membahayakan masyarakat, yang ternyata belum faham --termasuk aparat-- bahwa pemasangan alat ortodontik adalah sebuah tindakan medis yang hanya boleh dilakukan oleh dokter gigi.
Sudah saatnya kalangan dokter gigi yang tentu saja diwakili oleh PDGI untuk segera membereskan masalah ini. Pemasangan alat ortodontik sebagai tindakan medis perlu disosialisasikan kepada masyarakat secara meluas dan terus menerus, selain itu perlu advokasi kepada pihak POLRI serta Dinas Kesehatan di semua Kabupaten/Kota tentang hal yang sama, sehingga bila ada bukan dokter gigi yang melakukan pemasangan alat ortodontik bisa dikenakan tuduhan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.
Seorang ahli hukum kesehatan Suryono, drg., SH., PhD. dalam sebuah majalah kedokteran gigi mengatakan, apabila terus dilakukan pembiaran terhadap pemasangan alat ortodontik oleh bukan dokter gigi maka tindakan ini bisa menjadi dianggap benar, hal ini sejalan dengan kaidah hukum die normative de craft des factisien. Sebagai contoh adalah pembuatan gigi palsu oleh tukang gigi yang tidak akan bisa lagi dipidanakan karena telah berlangsung secara terus- menerus di masyarakat sejak lama tanpa pernah ada yang merasa keberatan secara hukum. *Dentamedia No 4 Vol 14 Okt-Des 2010. Naskah: Musfirah Abdul Aziz, Kosterman Usri. Foto: Belly Sam
Adanya "tindakan perawatan gigi" oleh bukan dokter gigi sejatinya adalah sebab kemudian Belanda mendirikan STOVIT di Surabaya, mereka gerah dengan tindakan para Tandmeester (tukang gigi) yang membahayakan masyarakat. Masalah ini kemudian menjadi salah satu agenda perjuangan awal PDGI yang dipimpin Prof. Soeria Soemantri, sampai akhirnya berhasil membuat Departemen Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes No. 53/DPK/69 yang semangatnya adalah menghilangkan profesi tukang gigi secara alami dengan cara tidak memberi izin tukang gigi baru.
Dengan permenkes itu seharusnya permasalahan selesai, namun ternyata saat ini mereka malah semakin banyak. Pelayanan yang diberikanpun semakin berkembang, bukan hanya membuat gigi tiruan lepasan tetapi juga gigi tiruan cekat, penambalan, serta yang saat ini sedang populer adalah pemasangan behel. Dan ternyata pelaku pemasangan behel bukan hanya dari kalangan tukang gigi saja tetapi juga mereka yang menamakan diri ahli gigi, ahli behel, asisten drg, salon kecantikan, serta ibu rumah tangga biasa. Silahkan buka di jejaring sosial facebook, mereka bahkan membuat grup tersendiri.
Ini semua tentu amat membahayakan masyarakat, yang ternyata belum faham --termasuk aparat-- bahwa pemasangan alat ortodontik adalah sebuah tindakan medis yang hanya boleh dilakukan oleh dokter gigi.
Sudah saatnya kalangan dokter gigi yang tentu saja diwakili oleh PDGI untuk segera membereskan masalah ini. Pemasangan alat ortodontik sebagai tindakan medis perlu disosialisasikan kepada masyarakat secara meluas dan terus menerus, selain itu perlu advokasi kepada pihak POLRI serta Dinas Kesehatan di semua Kabupaten/Kota tentang hal yang sama, sehingga bila ada bukan dokter gigi yang melakukan pemasangan alat ortodontik bisa dikenakan tuduhan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.
Seorang ahli hukum kesehatan Suryono, drg., SH., PhD. dalam sebuah majalah kedokteran gigi mengatakan, apabila terus dilakukan pembiaran terhadap pemasangan alat ortodontik oleh bukan dokter gigi maka tindakan ini bisa menjadi dianggap benar, hal ini sejalan dengan kaidah hukum die normative de craft des factisien. Sebagai contoh adalah pembuatan gigi palsu oleh tukang gigi yang tidak akan bisa lagi dipidanakan karena telah berlangsung secara terus- menerus di masyarakat sejak lama tanpa pernah ada yang merasa keberatan secara hukum. *Dentamedia No 4 Vol 14 Okt-Des 2010. Naskah: Musfirah Abdul Aziz, Kosterman Usri. Foto: Belly Sam
Posting Komentar untuk "PEMASANGAN BEHEL OLEH BUKAN DOKTER GIGI ANCAM KESELAMATAN MASYARAKAT"