Di hari yang telah
menjelang senja, dokter gigi muda itu terduduk lesu, drg. Putra kita sebut
demikian saja namanya, baru saja mengikuti Objective Structured Clinical
Examinations (OSCE). Nama berbahasa asing itu adalah ujian praktek bagi dokter
gigi baru sebagai bagian dari Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (UKDGI) yang
diselenggarakan oleh Kolegium Dokter Gigi Indonesia (KDGI). drg. Putra hari itu
merasa magsyul, dalam pengundian ia kebagian kelompok terakhir sehingga harus
menunggu sejak pagi di Ruang Karantina sampai tiba gilirannya di sore hari
dengan perasaan bosan dan cemas. Ada delapan ruang ujian yang disebut Stasiun,
harus dimasuki drg. Putra, di tiap stasiun ada soal serta instruksi yang harus
dilakukannya, semuanya tindakan klinis kecuali di stasiun terakhir yang
menyuruhnya memberi penyuluhan di depan sekelompok ibu-ibu.
Semua soal sebenarnya
keseharian drg. Putra saat kerja klinik, namun yang membuat drg. Putra lesu
adalah karena ia lupa bagaimana seharusnya pekerjaan itu dilakukan. Saat ada
soal mencetak dengan Alginat, ia melihat ada takaran untuk air dan bahan cetak
yang selama ini tidak pernah digunakan karena selalu langsung mengucurkan air
dari kran ke bahan cetak. Saat ada soal mencabut gigi ia sangat grogi dan tak
yakin ketika harus memilih satu tang yang benar dari sekitar 20 tang yang
tertata rapi dihadapannya. Puncaknya adalah ketika tiba di stasiun terakhir
yang semula dianggapnya paling mudah karena hanya disuruh penyuluhan, tiba-tiba
seorang ibu mengacungkan jari bertanya sesuatu yang drg. Putra lupa jawabannya.
Itulah nasib dokter gigi baru masa kini, bila dulu setelah wisuda bisa melompat
gembira, kini tidak bisa lagi. Setelah lulus, untuk bisa praktek perlu Surat
Izin Praktek (SIP), untuk mendapat SIP harus punya Surat Tanda Registrasi
(STR), untuk memperoleh STR harus memiliki Sertifikat Kompetensi, dan
sertifikat ini hanya diberikan pada mereka yang lulus Uji Kompetensi Dokter
Gigi Indonesia (UKDGI) baik teori (CBT) maupun prakteknya (OSCE). Uji
kompetensi memang merepotkan banyak pihak, bukan hanya panitia pusat di
kolegium tetapi juga panitia lokal di FKG/PSKG penyelenggara. Apalagi setelah
ujian praktek (OSCE) menjadi bagian dari uji kompetensi, dibutuhkan persiapan
lebih kompleks dan sumber daya manusia dalam jumlah tidak sedikit untuk
melaksanakan ujian model ini. Namun itu semua harus dilakukan karena merupakan
tuntutan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, yang dibuat untuk melindungi
masyarakat. Ujian praktek UKDGI atau dikenal dengan nama Objective Structured
Clinical Examinations (OSCE) pada realisasinya adalah ujian praktek yang
terdiri dalam 8 soal, tiap soal dikerjakan dalam sebuah ruangan yang disebut
stasiun. Soal dalam ujian praktek adalah perintah untuk melakukan tindakan yang
lazim dilakukan dokter gigi, seperti mencetak, menambal,mencabut, mendiagnosa,
membersihkan karang gigi, melakukan penyuluhan serta hal-hal praktis dalam
praktek sehari-hari lainnya. Selama ujian praktek dilakukan, tidak perlu
khawatir tidak dapat menjawab pertanyaan karena tidak satupun pertanyaan yang
akan diajukan penguji. Penguji tugasnya mencentang daftar penilaian yang
biasanya hanya terdiri dari 3 macam nilai yaitu 0 apabila tidak melakukan atau
melakukan dengan salah, 1 bila melakukan dengan benar tapi tidak lengkap, serta
2 bila melakukan dengan baik. Kemudian yang menjadi persoalan adalah bila
banyak peserta yang tidak lulus, karena dalam OSCE tidak dikenal nilai kurang,
hanya ada lulus dan tidak lulus saja. Banyak hal yang mungkin menjadi penyebab
ketidak lulusan, salah satunya adalah dokter gigi lupa bagaimana cara melakukan
suatu tindakan klinik yang benar karena tindakan tersebut jarang dijumpai
selama ko-as atau karena kurangnya pengawasan di RSGM, menyebabkan calon dokter
gigi terbiasa melakukan suatu tindakan klinik tidak sesuai dengan prosedur yang
benar. Penyebab lain bisa karena adanya perbedaan standar prosedur antar RSGM,
perbedaan istilah, serta perbedaan muatan kurikulum antar FKG/PSKG. Oleh karena
itu sangat positif upaya penyamaan istilah dan kurikulum yang saat ini sedang
dilakukan. Tidak semua pihak setuju akan adanya uji kompetensi bagi dokter dan
dokter gigi, bahkan pada Bulan Agustus 2010 pernah ada demontrasi besar-besaran
ke DPR menuntut penghapusan uji kompetensi bagi dokter (UKDI). Beberapa anggota
DPR bereaksi dengan mengatakan akan menghapuskan uji ini, tetapi sampai saat
ini uji kompetensi masih berjalan seperti biasa. Uji kompetensi merupakan
sesuatu yang lazim di dunia profesi. Profesi lain seperti advokat, arsitek,
guru, dosen, wartawan, dan lain sebagainya juga mengenal adanya uji kompetensi.
Umumnya uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi, yang menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebelum dapat melakukan uji kompetensi,
lembaga atau organisasi profesi harus mendapat pelimpahan dari Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP). Ujian praktek dalam UKDGI telah menjadi
keniscayaan, tinggal diperlukan penyempurnaan saja, karena bila dihilangkan,
"maukah anda dirawat oleh dokter gigi yang lulus ujian teori dengan nilai
100 tapi tak pernah diuji praktek merawat pasien?" *Dentamedia No 3 Vol 16 Jul-Sep 2012. Naskah: Kosterman Usri, Fidya Meditia Putri. Foto: Dani Rizali Firman
Posting Komentar untuk "UJIAN PRAKTEK HADANG DOKTER GIGI BARU"