Di ruang kuliah sebuah Fakultas Kedokteran Gigi ternama, seorang
dosen berpesan pada anak didiknya, apabila kelak saat awal menjadi
dokter gigi tidak memiliki cukup modal, berkongsilah
dengan teman sejawat lain untuk praktek berkelompok, dengan bersama,
modal akan menjadi ringan.
Namun agaknya petuah sang dosen saat ini menjadi sulit
untuk diterapkan. Bentuk Praktek Berkelompok landasan hukumnya telah dicabut,
kini hanya dikenal satu bentuk praktek bersama yaitu "Klinik", yang
sayangnya syaratnya cukup berat dan modalnyapun tidak akan sesuai dengan porsi
kemampuan dokter gigi muda yang justru tidak memiliki modal untuk praktek
mandiri.
Yang menjadi pangkal beratnya
syarat izin klinik adalah Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik. Di awal
kemunculannya Perminkes ini disambut gembira kalangan
dokter gigi karena Klinik Gigi yang selama ini tidak payung hukumnya menjadi
terlindungi oleh Permenkes baru tersebut. Sebelumnya pemerintah tidak mengenal
istilah klinik gigi, dalam Permenkes Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 yang
sekarang sudah dinyatakan tidak berlaku digunakan istilah balai pengobatan,
aturan lama ini juga sama sekali tidak mengakomondasi pelayanan kesehatan gigi
sehingga tidak dikenal istilah balai
pengobatan gigi.
Permenkes
028/Menkes/Per/I/2011 tidak lagi menggunakan istilah balai pengobatan,
digantikan dengan istilah "klinik" yang memang lebih populer ditengah
masyarakat. Aturan ini pula memungkinkan sebuah klinik mengkhususkan diri pada
disiplin ilmu, umur, organ, atau penyakit tertentu; sehingga keberadaan klinik
gigi menjadi terakomondasi. Segi positif lainnya dari Permenkes baru adalah diperbolehkannya seorang dokter gigi
untuk memimpin klinik campuran yang di dalamnya ada dokter umum dan dokter
gigi.
Menurut aturan
baru, klinik dibagi menjadi dua jenis yaitu klinik pratama dan klinik utama.
Klinik pratama hanya menyelenggarakan pelayanan medik dasar sedangkan klinik
utama menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan/atau spesialistik. Untuk
klinik umum kini boleh menerima pasien rawat inap seperti layaknya rumah sakit,
tetapi maksimal 5 hari perawatan.
Dari segi
sumber daya manusia, di sebuah klinik harus ada lebih dari satu jenis tenaga
kesehatan serta lebih dari satu tenaga medis, jadi minimal 2 dokter gigi ditambah
perawat gigi dan apoteker yang semuanya memiliki izin praktek/kerja dari Dinas
Kesehatan. Apoteker diperlukan karena dalam aturan baru semua klinik
dipersyaratkan memiliki ruang farmasi yang dipimpin seorang apoteker. Khusus untuk Klinik Utama dari tiap macam
spesialis minimal ada seorang dokter gigi spesialis.
Dari sekian
banyak syarat klinik, berdasarkan hasil penelusuran Dentamedia, setidaknya ada
enam syarat yang dianggap menyulitkan
dalam pengurusan izin pendirian klinik gigi, terutama bagi dokter gigi bermodal
kecil.
Bangunan
Khusus
Selama ini
banyak klinik gigi yang berbentuk Ruko ataupun bahkan menyatu dengan rumah
tinggal. Pasal 8 Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik secara
tegas menyebutkan "Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan
tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya".
IPPT
Pasal 7
Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik menyebutkan " Lokasi
pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing".
Ketentuan ini menyebabkan calon pemilik
klinik harus mengurus Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT).
Izin Lokasi
Pasal 21
Ayat (3) Butir d Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik
menyebutkan "Surat Keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah
setempat". Di Pemerintah Daerah, izin ini dikenal sebagai Izin Lokasi,
dapat dimohonkan setelah pemohon memiliki IPPT.
UKL/UPL
Pasal 21
Ayat (3) Butir f Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik
menyebutkan "Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL). Walaupun
biaya pengurusan UKL/UPL tidak mahal tetapi
Pemerintah Daerah mensyaratkan UKL/UPL harus dibuat oleh konsultan
terdaftar, yang ternyata ongkos jasanya sangat mahal.
IMB Harus
Sesuai
Walaupun
dalam Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik tidak tertulis
persyaratan harus adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tetapi IMB merupakan
syarat pengurusan UKL/UPL dan pada IMB harus tertulis peruntukan bangunan
memang untuk klinik.
Izin Edar
Peralatan Medis
Pasal 11
Ayat (3) Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik menyebutkan
"Selain memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peralatan
medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Masalahkan penjual bahkan importir alat
ternyata banyak yang tidak memilikinya.
Apoteker
Walaupun di Klinik Gigi, obat
hanya kadang-kadang diberikan dan itupun terbatas pada golongan tertentu saja
tetapi Pasal 24 Ayat (3) Permenkes Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik
mewajibkan Klinik Gigi memiliki tenaga Apoteker. Masalahnya gaji Apoteker telah
ditetapkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
yang cukup memberatkan pemilik klinik. *Dentamedia No 3 Vol 17
Jul-Sep 2013. Naskah: Kosterman Usri, Foto: Bisnissolo
Posting Komentar untuk "SYARAT IZIN KLINIK GIGI TERLALU BERAT"