Akhir tahun 2018 di banyak grup media sosial dokter gigi muncul Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/V/0720/2018 mengenai masa berlaku izin edar dan peredaran alat kesehatan yang mengandung merkuri. Tak banyak yang berkomentar, padahal surat edaran tersebut akan menyebabkan semua alat kesehatan yang mengandung merkuri tidak boleh lagi beredar per 31 Desember 2018. Tambalan amalgam jelas akan menjadi korbannya, tanpa merkuri bahan ini tidak akan dapat digunakan.
Namun di zaman ini, dokter gigi mana yang masih peduli pada tambalan amalgam. Keberadaannya memang telah menyusut secara alamiah karena tegeser bahan tambal lain yang lebih estetis dan mudah aplikasinya. Kehadiran bahan tambal amalgam generasi baru berbentuk kapsul, yang tidak perlu lagi digerus dengan lumpang alu dan disaring sehingga menghasilkan limbah merkuri yang berbahaya, tidak mendapat sambutan mengembirakan dari para dokter gigi.
Tambalan amalgam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya profesi dokter gigi. Bahan ini menyebar digunakan di seluruh Indonesia seiring pengiriman Dokter Gigi Inpres ke Puskesmas yang dimulai tahun 1971. Untuk memenuhi kebutuhan bahan tambalan amalgam, Unit Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PN Aneka Tambang pada masa itu memproduksi alloy amalgam.
Tambalan amalgam dibuat dengan mencampurkan mercuri (Hg) dengan paduan (alloy) logam yang terdiri dari Cu 30%, Zn 2%, Ag 40%, Sn 32%, dan Hg 3%. Bahan tambal amalgam distandardisasi di Indonesia pada tahun 1994 dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 16-3368-1994.
Tahun 2013 Indonesia menandatangani Konvensi Minimata, yang mereduksi pengunaan mercuri. Amalgam menjadi terdampak karena bahan pencampurnya adalah mercuri. Di Indonesia advokasi pelarangan pengu-naan mercuri, termasuk di sektor kesehatan dipelopori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Bali Fokus. LSM ini beberapa kali juga mengad-vokasi pemangku kepentingan di bidang kedokteran gigi untuk tidak menggunakan merkuri.
Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 pemerintah Republik Indone-sia meratifikasi Konvensi Minimata, yang salah satu tindaklanjutnya adalah keluarnya Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/V/0720/2018 yang melarang penggunaan merkuri pada alat kesehatan mulai tanggal 31 Desember 2018. Tanpa keberadaan merkuri maka tambalan amalgam berakhir riwayatnya di Indonesia.
[Penulis : Messya Rachmani, Veni Takarini; Foto, Editor : Kosterman Usri]
Posting Komentar untuk "Akhir Hayat Tambalan Amalgam"