Selama ini standar produk kedokteran gigi --bahkan diajarkan di bangku kuliah-- mengacu pada ADA atau ISO, ternyata hal itu keliru karena di Indonesia acuan standar produk adalah SNI sesuai amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014.
SNI atau Standar Nasional
Indonesia bukan kata asing bagi masyarakat Indonesia termasuk dokter gigi,
selain karena logonya hampir selalu muncul di setiap produk konsumsi harian
seperti mie instan dan air mineral, juga SNI pernah menjadi topik berita
nasional pada saat diharuskan tertera pada helm pengendara motor. SNI adalah
penilaian kesesuaian produk yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional
(BSN), Dasar hukum yang mengatur perlunya standardisasi produk yang beredar
adalah UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Hal itu terungkap dalam Seri
Bedah Standar-nya BSN pada Kamis 15 Oktober 2020 yang digelar melalui kanal
daring Zoom, Youtube, dan Facebook. Acara yang merupakan agenda rutin BSN ini
bertujuan untuk memperkenalkan standar spesifik kepada pemangku kepentingan dan
masyarakat. Topik yang dipilih dalam acara adalah “Mengenal SNI di bidang
Kedokteran Gigi”. Acara ini dibuka oleh Zul Amri, ST. selaku Kepala Biro
Hubungan Masyarakat, Kerja Sama, dan Layanan Informasi BSN. Narasumber yang
ditampilkan terdiri dari : Dr. Wahyu Purbowarsito S.W., M.Sc. selaku Direktur
Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal, BSN; Dr. drg. Yosi
Kusuma Eriwati, M.Si. selaku Ketua Komite Teknis 11-12 / Ketua Ikatan Peminat
Material dan Alat Kedokteran Gigi Indonesia (IPAMAGI); serta drg. Mirza Mangku
Anom, Sp.KG. dokter gigi di Jogja International Hospital dan Syaify Dental
Clinic.
Masyarakat sebagai konsumen
memiliki hak untuk mendapatkan produk yang aman untuk kehidupan sehari-hari. Menurut
data Rikerdas tahun 2018, 268 juta penduduk Indonesia rata-rata memiliki 4-5
gigi yang bermasalah dan merupakan salah satu dari 10 penyakit pada pelayanan
primer. Terdapat 34.000 dokter gigi di Indonesia menggunakan material dan
peralatan kedokteran gigi untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Namun tidak
semua material dan peralatan kedokteran gigi sudah teruji aman bagi kesehatan
untuk digunakan. Maka dari itu diperlukan standardisasi yang mengatur acuan
yang harus terpenuhi agar material dan peralatan yang digunakan dalam bidang
kedokteran gigi teruji aman dan biocompatible.
Pada Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2014 menyebutkan “standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu
yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus
semua pihak/pemerintah/keputusan internasional yang terkait dengan
memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan
masa kini dan masa depan untuk memperoleh menfaat yang sebesar-besarnya.”
Selain itu, terdapat amanat Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 42 yang berisi, “Teknologi dan produk teknologi kesehatan harus memenuhi
standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.”
Bukti dari telah teruji amannya
suatu produk adalah dengan adanya SNI. SNI, singkatan dari Standar Nasional
Indonesia, adalah dokumen berisi ketentuan teknis (aturan, pedoman, atau
karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya yang dirumuskan secara konsensus
dan ditetapkan oleh BSN dan berlaku secara nasional untuk dipergunakan oleh stakeholder dengan tujuan mencapai
keteraturan yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu. Konsensus
dalam penetapan standardisasi sangat diperlukan untuk menjamin agar suatu
standar merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan. SNI di lingkup
Kedokteran Gigi melibatkan regulator (Kemenkes, Kemenperin, dan BSN), produsen
(GAKESLAB), pakar (FKG/IPAMAGI), dan konsumen (IPROSI, YLKI).
Manfaat yang bisa didapatkan
jika material dan peralatan dental telah mendapatkan SNI antara lain, adanya
acuan transaksi pasar untuk memilih produk berkualitas, adanya acuan pengawasan
produk masuk dan beredar di masyarakat, adanya acuan industri dan berproduksi,
dan acuan bagi masyarakat untuk hidup aman, nyaman, sehat, tertib, dan teratur
dengan memudahkan konsumen awam memilih produk yang aman, sehat, dan bermutu.
Tingkat kepercayaan barang
dengan SNI juga bisa dibandingkan dengan barang dengan standar internasional
dari ISO. Ada beberapa jenis SNI yang terdapat di Indonesia. Jika SNI
pengembangan sendiri oleh Indonesia, biasanya ditandai dengan kode unik SNI
xxxx:2019. SNI pengembangan sendiri ini isinya telah di sesuaikan dengan
kondisi-kondisi khusus yang ada di Indonesia. Jenis selanjutnya adalah jenis
SNI adopsi, ditandai dengan kode unik SNI ISO xxxx:2019. SNI ini sama
standarnya dengan standar internasional.
SNI di bidang kedokteran gigi
dirumuskan oleh Komite Teknis 11-12 yang saat ini diketuai oleh Dr. drg. Yosi
Kusuma Eriwati, M.Si. Lingkup kerja Komite Teknis 11-12 dijelaskan dalam Kepka
BSN No. 238/KEP/BSN/5/2019 yang meliputi: istilah dan definisi; kinerja,
keselamatan, dan persyaratan spesifikasi dari produk-produk dental (material
dan peralatan dental); dan metode uji laboratorium yang relevan untuk kebutuhan
klinis dan berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan global.
Saat ini sudah dirumuskan 35
SNI dengan 7 SNI terbit dibawah tahun 2000, sehingga memerlukan kaji ulang
apakah masih layak digunakan. Beberapa SNI yang telah diterbitkan di bidang
kedokteran gigi oleh Komite Teknis 11-12 dan BSN masih sangat terbatas,
contohnya SNI 8616:2019 tentang Material Substitusi Tulang – Karbonat Apatit
bidang kedokteran gigi – Bagian 1 : Karbonat Apatit dengan pengikat gelatin; SNI
ISO 3107:2011 tentang Semen Seng Oksida (eugenol dan non eugenol).
Proses standardisasi tingkat
internasional dipegang oleh International
Organization for Standardization (ISO).
ISO adalah organisasi independen dan non-pemerintahan dengan member 165
negara. Dalam organisasi ISO, terdapat bagian yang khusus merumuskan berbagai
standardisasi di bidang kedokteran gigi, yaitu TC (Technic Committee) 106 Dentistry. Komite teknis ini terbagi lagi
menjadi 8 Subkomite Teknis dan 1 kelompok pakar (Working Group). Saat ini TC
106 Dentistry sudah menerbitkan 184 Standar ISO dan 57 standar yang sedang
dalam proses pengembangan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan Komite Teknis
11-12 di Indonesia yang baru menerbitkan 35 SNI saja.
TC 106 Dentistry tidak
bekerja sendirian, namun bekerja sama dengan beberapa bidang standardisasi
lainnya dalam ISO, contohnya dengan ISO/TC 150/SC 7 Tissue-engineered medical products, ISO/TC 156 Corrosion of metals and alloys, dan ISO/TC 217 Cosmetics. Selain itu, TC 106 Dentistry juga bekerja sama dengan
beberapa organisasi dental di berbagai negara, seperti FDI (World Dental Federation), FIDE (Federation of the European Dental Industry),
IDM (International Dental Manufacturing),
dan WCO (World Customs Organization). Hal-hal yang diatur dalam SNI
kedokteran gigi antara lain ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan
definisi, klasifikasi, persyaratan dan rekomendasi, sampling, pengujian,
petunjuk produsen, penandaan, dan kemasan.
Terbatasnya SNI di bidang
kedokteran gigi dan belum banyaknya sosialisasi mengenai SNI ini membuat tidak
adanya pengetahuan dokter gigi tentang SNI di kedokteran gigi. Terdapat
beberapa tantangan mengenai standardisasi material dan peralatan kedokteran
gigi, hal ini disampaikan oleh drg. Mirza Mangku Anom, Sp.KG. Tantangan
tersebut antara lain mayoritas material dan peralatan kedokteran gigi merupakan
barang impor dan perkembangan material dan peralatan kedokteran gigi di luar
negeri sangat cepat. Jika harus melalui proses standardisasi terlebih dahulu,
tentu akan memakan waktu yang sangat lama dan jelas bisa mengakibatkan harga
produk semakin mahal. Selain itu, hampir tidak ada produsen yang menjelaskan
apakah produknya telah mendapatkan sertifikat SNI atau belum.
Untuk menjawab beberapa
tantangan dan keresahan dokter gigi di atas, Dr. drg. Yosi Kusuma Eriwati, M.Si
mengungkapkan beberapa solusi yang bisa dilakukan dokter gigi jika belum ada
SNI pada material dan peralatan yang digunakan. Solusi itu antara lain, minimal
produk tersebut sudah memiliki standar ISO, ikuti petunjuk pabrik, baca label
komposisi dan toxic rate, dan
memiliki lambang CE (CE Marking) yang
mengindikasikan produk itu sehat, aman, dan ramah lingkungan sesuai standar European Economic Area (EEA). [Berita, Foto : Nadia Faradiba]
Posting Komentar untuk "TERNYATA ADA SNI UNTUK PRODUK KEDOKTERAN GIGI"