Sejawat yang mengalami era 90-an sampai 2000 awal tentu mengenal majalah kedokteran gigi yang saat itu banyak beredar, kini di era milenial yang serba digital, masih adakah majalah kedokteran gigi?
Diskusi panel dalam rangka 25 tahun Dentamedia tersebut menghadirkan tiga orang panelis. Panelis pertama adalah Ahmad Syaify seorang wartawan senior dari Yogyakarta yang kebetulan juga seorang dokter gigi. Dengan judul yang sangat atraktif “Memikat Para Pembosan : Kita Menulis Padat tapi Tak Kering” beliau menjelaskan bagaimana membuat tulisan menarik di era digital yang lebih condong ke konten audio visual.
Salsabila Yasmine, penelis kedua adalah seorang content creator kedokteran gigi dengan follower sangat banyak. Ternyata untuk untuk membuat konten agar dapat diterima segmen sasaran bukanlah pekerjaan mudah, perlu perencanaan dan strategi matang. Bukan hanya isi materi yang perlu dipikir benar, bahkan waktu unggah ke platform media sosial ternyata harus diperhitungkan juga; demikian papar Salsabila.
Panelis terakhir, Iwan Dewanto dari Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) mengingatkan adanya etika ketika membuat konten kedokteran gigi. Hal tersebut antara lain, bukan merupakan promosi praktik dokter gigi, tidak boleh berupa prosedur tindakan medis yang menjadi kewenangan dokter gigi, serta tidak boleh melanggar privasi pasien.
Data peserta yang ikut diskusi panel ini, menjawab pertanyaan “Masih adakah majalah kedokteran gigi”? Ternyata masih ada dua media dalam bentuk media cetak dan sembilan media digital yang umumnya menggunakan platform issuu. [berita, foto : kosterman usri]
Posting Komentar untuk "MASIH ADAKAH MAJALAH KEDOKTERAN GIGI?"