Ketua Umum PB PDGI, Usman Sumantri mengatakan siap mendukung perbaikan sistem kesehatan melalui UU Sistem Kesehatan Nasional bukan dengan Omnibus Law, demikian disampaikan pada Rapat dengar Pendapat Umum Badan Legislasi DPR.
Dengar pendapat yang berlangsung pada tanggal 3 Oktober 2022 tersebut, juga dihadiri oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PERSAKMI (Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia) dan PAFI (Persatuan Ahli Farmasi Indonesia) tersebut. PDGI juga menanyakan mengenai naskah RUU yang sudah beredar dan isinya meresahkan karena cenderung melemahkan peran organisasi profesi kesehatan. Selain itu juga dimohonkan kejelasan apakah yang akan dirancang RUU Sistem Kesehatan atau RUU Kesehatan.
Senada dengan PDGI, Wakil Ketua PB IDI, dr. Mahesa Paranadipa Mikel M.H, menyatakan siap mendukung perbaikan Sistem Kesehatan Nasional melalui UU Sistem Kesehatan Nasional, namun bukan dengan Omnibus Law. UU Praktik Kedokteran yang berlaku saat ini sudah berjalan dengan baik sesuai tujuannya yaitu: memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Dipaparkan, pada UU Praktik Kedokteran eksplisit IDI dan PDGI adalah organisasi
profesi yang mencakup pendidikan, pelayanan, etik dan memiliki kewenangan medis
sebagai kompetensi yang terikat dan patuh dengan 3 (tiga) norma yakni norma
hukum, norma disiplin dan norma etik. Dengan demikian bila terdapat lebih dari
satu organisasi profesi maka akan timbul permasalahan dalam etik dan standar
profesi.
Mengenai KKI (Konsil
Kedokteran Indonesia) dikemukakan bahwa KKI dibentuk untuk menjembatani kepentingan profesi kedokteran
dengan pemerintah, serta untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan objektif
dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ditambahkan KKI harus menjadi lembaga yang mandiri dan selama ini telah
mendapatkan pengakuan di tingkat internasional.
Menurut IDI, hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan
adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari
pendidikan hingga ke pelayanan. Sekian banyak tantangan seperti persoalan
penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi (mis. TBC, gizi buruk, kematian
ibu-anak/ KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan
pembiayaan besar), peningkatan anggaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun
daerah, pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan
di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber, haruslah dihadapi
dengan melibatkan stakeholder dan
masyarakat.
Hal-hal lain yang perlu dijadikan perhatian,
tenaga kesehatan juga
merupakan warga negara yang memiliki hak-hak konstitusi yang sama, di antara
hak-haknya adalah mendapat perlindungan hukum, perlindungan diri, harkat dan
martabat, serta berhak memperoleh pekerjaan dan kesejahteraan diri dan
keluarganya. Biaya pendidikan yang tinggi menyebabkan tidak semua siswa
berpotensi sanggup melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran. Pajak alat
kesehatan yang tinggi menyebabkan pemerataan dan penguasaannya membutuhkan
biaya tinggi. Selain itu remunerasi yang berkeadilan bagi tenaga kesehatan
sangat dibutuhkan, terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan) agar
lebih banyak yang mengabdi.
RDPU dipimpin langsung Ketua Badan Legislasi DPR, Dr Supratman Andi
Agtas SH. Pada tanggapannya ketua Badan Legislasi menyampaikan bahwa omnibus law hanya merupakan cara
pembuatan undang-undang, tapi yang penting adalah substansi
isinya. RDPU ini adalah pembahasan awal dan akan dilanjutkan dengan pembahasan
berikutnya untuk lebih
mendalami. Mengenai naskah yang beredar disampaikan bahwa sampai sekarang belum ada
naskah RUU yang resmi. Sesuai dengan Prolegnas, naskah RUU akan disusun oleh
Badan Legislasi. [Berita, Foto : Paulus Januar]
Posting Komentar untuk "PDGI TIDAK SETUJU ADANYA OMNIBUS LAW"