Oleh : Fathin Vania Rahmadani – Redaktur Dentamedia
Belum
lama, jagat kedokteran Indonesia kembali dilukai hatinya dengan wacana akan
didatangkannya tenaga kesehatan asing untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan
di Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan, kehadiran
dokter asing akan membuat layanan kesehatan Indonesia naik kelas, seperti
halnya pemain naturalisasi yang didatangkan untuk Timnas Sepak Bola Indonesia.
Dalam
paparannya di Forum Komunikasi Nasional Tenaga Kesehatan di Jakarta, Menteri
Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, "Untungnya orang Indonesia
tidak ada yang melarang pelatih bola tidak boleh asing. Kalau kita ada
Undang-undang pelatih bola asing harus belajar dulu 5 tahun di Indonesia untuk bisa
jadi pelatih, gak akan (timnas) Indonesia menang. Ini bagus buat kita di sektor
kesehatan introspeksi,".
Hal
krusial yang sayangnya dilupakan oleh Menteri Kesehatan kita, bahwa permasalahan
kesehatan di Indonesia tidak seindah yang beliau bayangkan. Permasalahan
Kesehatan ini tak serta merta dapat selesai hanya dengan mendatangkan dokter
asing, berikut teknologi canggih paling mutakhir ke Indonesia. Budi Gunadi
Sadikin jelas lupa, atau mungkin belum melihat dengan mata kepalanya sendiri,
bahwa banyak sekali daerah di Indonesia yang tak hanya kekurangan dokter, namun
juga kekurangan sarana dan prasarana kesehatan yang mumpuni. Sarana dan
prasarana ini lah yang mendukung adanya pelayanan kesehatan yang baik dan paripurna.
Mari
melipir ke daerah 3T, ambil contoh dokter gigi yang sedang berpraktik di daerah
tersebut. Jangankan menggunakan alat canggih nan mutakhir,
terkadang kursi gigi pun tidak mumpuni atau bahkan tidak ada, sehingga pasien
gigi terpaksa diperiksa dan dilakukan tindakan sambil duduk di kursi atau
berbaring di tempat tidur. Jangan dulu bicara tentang dokter asing, kenyamanan
pasien saja tidak mampu diberikan.
Menkes
mungkin lupa, masalah tidak meratanya dokter di Indonesia, tak hanya perkara
kurangnya lulusan dokter, namun juga fasilitas, perlindungan, serta pendapatan
dokter yang tidak pernah bisa dijamin oleh negara jika seorang dokter akhirnya
bersedia mengabdi di daerah 3T. Menjadi tanda tanya yang juga besar, akankah
tenaga kesehatan asing mau dibayar dengan gaji dokter di Indonesia? Atau gaji
yang menunggak karena BPJS masih berhutang pada faskes?
Indonesia
tidak kekurangan dokter yang mumpuni, namun kekurangan fasilitas Kesehatan
serta akses Masyarakat untuk menggapai dokter dengan perawatan medis mutakhir. Mari
kembali ambil contoh pada perawatan gigi. Dokter gigi di Indonesia sudah sangat
terbiasa dengan pasien dengan gigi ompong yang tak mau giginya diganti dengan
implan. Jangankan dengan implan, terkadang diganti dengan gigi palsu paling
dasar saja enggan. Alasannya tentu saja biaya.
Mari
berkhayal jika dokter gigi asing bekerja di Indonesia, lalu bertemu pasien yang
menolak dibuatkan implan, mungkin ia akan pusing mencari berbagai kalimat
persuasi yang membuat pasien mau diganti giginya dengan implan. Atau mari
bayangkan, saat dokter gigi asing menemukan pasien korban tukang gigi, di mana giginya
telah penuh dengan veneer abal-abal
buatan salon, yang dilem dengan super-glue. Rasanya tidak heran jika dokter
gigi asing tersebut enggan berlama-lama kerja di Indonesia.
Menkes
mungkin tidak menyadari, bahwa dokter di Indonesia tidak kekurangan ilmu, hanya
saja kasus di Indonesia sering kali ajaib. Seringkali pula nakes harus berkreasi
dengan alat bahan seadanya, karena fasilitas yang tak lengkap, atau harga alat
kesehatan yang mahal karena dipajaki tinggi sekali oleh negara.
Menkes
mungkin lupa, bahwa permasalahan kesehatan di Indonesia sangat multifaktorial
dan ruwet. Tak bisa selesai hanya dengan memanggil dokter asing yang konon
katanya lebih berilmu. Kita tak sedang bicara mengenai satu dua kasus di mana
pasien sering lari ke luar negeri untuk berobat. Kita sedang berbicara masalah
kesehatan masyarakat, yang solusinya harus dipikirkan matang dan mencakup
khalayak luas.
Jika
ingin kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia lebih baik, mungkin Pak Menkes
perlu lebih dalam menyelami kondisi lapangan. Mempelajari kenapa harga alat
kesehatan begitu mahal sehingga tarif yang dibebankan ke pasien pun harus
tinggi untuk segera mencapai BEP. Melihat langsung bagaimana sarana prasarana
di berbagai fasilitas kesehatan, tak perlu jauh-jauh ke daerah 3T. Puskesmas di
kota pun banyak yang kursi giginya tidak dapat naik turun hingga membuat sakit
punggung. Mungkin Pak Menkes juga perlu tau, berapa gaji dokter di Indonesia,
yang masih banyak di bawah rata-rata, dan sering kerjanya tanpa kontrak yang
jelas, sehingga kehidupannya pun tak bisa dibilang sejahtera.
Silakan,
Pak, jika bapak ingin datangkan dokter asing. Namun kerjakan dulu PR Bapak,
untuk memahami betul, apa yang terjadi di lapangan, dan kenapa hal-hal tersebut bisa
terjadi. Lihat lebih dalam dari kacamata manusia biasa, buka kacamata pebisnis
maupun politisi.
[Opini ini
dimuat di Dentamedia Nomor 2 Volume 28 April-Juni 2024; Foto : CNN Indonesia;
Editor : Messya Rachmani]
Posting Komentar untuk "Dokter Asing, Solusi Masalah Kesehatan di Indonesia? "