Dampak Transformasi Sistem Pelayanan pada Kesehatan Gigi dan Mulut

Oleh : Cahyannisa Farah – Dokter gigi partikelir di Bandung

Belum lama ini, Kementerian Kesehatan telah mensosialisasikan program Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia 20212024. Program ini terdiri dari enam pilar transformasi, yaitu transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, serta transformasi teknologi kesehatan. 

Keenam pilar ini memiliki tujuan yang sejalan dengan visi Presiden Republik Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, produktif, mandiri, dan berkeadilan. Pelaksanaan transformasi sistem kesehatan ini didasari oleh kondisi pandemi yang telah berdampak pada keseluruhan sistem kesehatan di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Oleh karena itu, perbaikan ini menjadi sebuah prioritas dalam rangka mendukung upaya promotif, preventif, serta kuratif, khususnya untuk meningkatkan kualitas penanganan pandemi yang masih menjadi urgensi di Indonesia.

Namun, di sisi lain, Indonesia masih memiliki berbagai masalah kesehatan lainnya yang juga perlu menjadi perhatian khusus, salah satunya yaitu masalah kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, proporsi masalah kesehatan gigi di Indonesia terbilang masih tinggi, yaitu sebesar 57,6%. Dari keseluruhan penduduk dengan masalah kesehatan gigi dan mulut tersebut, hanya sekitar 10,2% saja yang telah mendapatkan pelayanan kesehatan gigi. 

Tingginya selisih antara jumlah penduduk yang memiliki masalah kesehatan gigi dan mulut dengan jumlah pendudukyang telah mendapatkan perawatan ini tentu merupakan suatu fenomena yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Meskipun pemerintah beserta Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan dalam rangka memperbaiki sistem kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, tetapi pada kenyataannya, output dari pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut di lapangan masih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Rendahnya proporsi masyarakat yang mendapatkan perawatan untuk masalah kesehatan gigi dan mulut yang dimilikinya dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta kesadaran masyarakat terkait upayanya untuk mendapatkan perawatan. Permasalahan yang hingga saat ini masih seringkali ditemukan dalam sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia yaitu berkaitan dengan jumlah tenaga kesehatan, sarana-prasarana, serta pembiayaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. 

Berdasarkan data, terdapat banyak puskesmas yang masih kekurangan dokter gigi, tetapi ada beberapa puskesmas lainnya yang justru memiliki lebih dari satu dokter gigi. Pemerintah telah menetapkan standar jumlah tenaga kesehatan untuk setiap puskesmas, di mana hanya dibutuhkan 1 dokter gigi dan 1 perawat gigi. Jumlah ini seharusnya dapat dipenuhi dengan mudah jika pemerataan tenaga kesehatan gigi dan mulut di Indonesia telah dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, peran lebih lanjut dari pemerintah sebagai pemangku kebijakan sangat diperlukan dalam pemenuhan serta distribusi tenaga kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. 

Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan kebijakan-kebijakan terkait penyelesaian masalah tersebut ke dalam pilar transformasi SDM kesehatan, di mana transformasi ini diharapkan tidak hanya dapat mempercepat ketersediaan dan distribusi tenaga kesehatan, tapi juga dapat membantu meningkatkan kualitas dari tenaga kesehatan gigi dan mulut agar pelayanan kesehatan yang baik dapat diberikan secara merata di seluruh daerah di Indonesia.

Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga masih terbatas. Hal ini terbukti dari data yang menunjukkan bahwa masih terdapat banyak puskesmas dan rumah sakit dengan alat-alat kesehatan gigi dan mulut yang belum memadai. Keterbatasan sarana dan prasarana ini dapat disebabkan oleh kurangnya perencanaan anggaran baik melalui APBD maupun APBN, serta kurangnya pemenuhan pengajuan pengadaan sarana dan prasarana tersebut oleh pihak terkait. 

Pengalokasian dana untuk pelaksanaan program promotif dan preventif juga masih terbilang belum memadai, sehingga hal ini berpengaruh terhadap pelaksanaan program-program terkait seperti UKM dan UKP yang belum efektif. Jika pemerintah mengikut sertakan rencana perbaikan sistem pendanaan dan pengadaan sarana-prasarana untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut ke dalam pilar transformasi sistem pembiayaan sistem kesehatan, tentunya hal ini dapat berpengaruh besar terhadap perbaikan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. Namun, rencana ini juga harus disertai dengan eksekusi yang tepat dan kerjasama yang baik dari para pemangku kebijakan.

Rendahnya proporsi masyarakat yang mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak hanya disebabkan oleh sistem pelayanan kesehatan yang kurang memadai, tetapi juga dapat berasal dari kurangnya ke sadaran masyarakat dalam mencari perawatan untuk masalah kesehatan yang dialaminya. Berbagai data telah menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum begitu menyadari pentingnya kesehatan gigi dan mulut. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut ini seringkali mengakibatkan keterlambatan penanganan karena rata-rata masyarakat baru mencari perawatan setelah kondisi penyakitnya sudah parah. 

Oleh karena itu, peran fasilitas kesehatan primer, khususnya puskesmas, sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut. Hal ini dapat dicapai dengan menggencarkan kegiatan edukasi kesehatan gigi dan mulut untuk masyarakat melalui program UKM, atau melalui para tenaga kesehatan yang dapat memberikan edukasi bagi setiap individu yang datang ke tempat praktiknya sebagai salah satu bentuk pelaksanaan program UKP. Namun, dengan adanya pilar transformasi la yanan primer, upaya ini seharusnya dapat didukung dan dilaksanakan dengan lebih baik lagi melalui program edukasi penduduk, pencegahan primer dan sekunder, serta peningkatan kapasitas dan kapabilitas layanan primer yang dikhususkan kepada pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Adanya program Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia ini dapat menjadi batu loncatan untuk mencapai sistem pelayanan kesehatan yang lebih baik dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, khususnya terkait dengan kesehatan gigi dan mulut. Meskipun masalah kesehatan yang menjadi fokus utama pemerintah dan Kementerian Kesehatan saat ini adalah pandemi serta urgensi keadaan sistemik lainnya, tetapi masalah kesehatan gigi dan mulut juga tidak boleh diabaikan dan memerlukan solusi-solusi yang dapat diimplementasikan dengan baik. Keberhasilan program atau upaya-upaya perbaikan sistem pelayanan ke sehatan, baik dari aspek pelayanan maupun kegiatan promotif dan preventif sangatlah bergantung pada kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat. 

Tidak hanya pemerintah sebagai pemangku kebijakan, dinas kesehatan sebagai pelaksana kebijakan, ataupun tenaga kesehatan yang memiliki peran besar terhadap jalannya upaya kesehatan masyarakat maupun perseorangan; tetapi masyarakat juga perlu bekerja sama dalam menjaga kesehatannya sebagai individu maupun keluarga. Dengan adanya sinergi yang baik dari berbagai pihak, maka dapat dipastikan visi Pemerintah Indonesia dalam menciptakan masyarakat yang lebih sehat akan terwujud. Terlebih lagi, jika kesehatan gigi dan mulut di Indonesia dapat ditingkatkan melalui transformasi ini, maka diharapkan seluruh masyarakat dapat memberikan senyum sehat terbaiknya dan menyebarkan kebahagiaan bagi sesama.

[Opini ini dimuat di Dentamedia Nomor 1 Volume 27 Januari-Maret 2023; Foto : Kemenkes; Editor : Messya Rachmani]

Posting Komentar untuk "Dampak Transformasi Sistem Pelayanan pada Kesehatan Gigi dan Mulut"