Oleh : Nadia Faradiba – Redaktur Dentamedia.
Dunia pendidikan tinggi di Indonesia ramai akibat beberapa perguruan tinggi ternama, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), bekerja sama dengan Danacita, sebuah platform pinjaman online untuk dana pendidikan. Rupanya tak hanya ITB, salah satu Fakultas Kedokteran Gigi pun juga turut bekerjasama dengan platform pinjaman online tersebut. Masyarakat geger karena melihat tingginya bunga yang dibebakan pada peminjam dalam setiap cicilan yang dibayarkan. Tidak tanggung-tanggung, bunga yang dipatok oleh perusahaan fintech tersebut mencapat 1,75 persen.
Isu ini memicu Kementerian Keuangan Indonesia mengkaji skema student loan untuk diterapkan di Indonesia. Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, menyampaikan dalam konferensi pers Januari lalu bahwa skema tersebut akan dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) bekerja sama dengan pihak perbankan.
Ide penerapan student loan ini memicu pro dan kontra di masyarakat, mengingat penerapannya di Amerika Serikat justru menimbulkan banyak masalah dan dianggap memberatkan bagi kebanyakan siswa yang meminjam.
Apa itu
student loan
Melansir USA Today, student
loan adalah bantuan
dana yang dipinjamkan untuk membayar biaya pendidikan di perguruan tinggi. Bantuan dana ini disediakan dalam bentuk lumsum dan dikembalikan
dalam bentuk cicilan beserta bunga yang dibayarkan pada waktu yang sudah disepakati.
Pada praktiknya di Amerika Serikat, terdapat dua jenis student loan, yaitu student loan dari pemerintah dan dari pihak swasta. Pemerintah Amerika Serikat sudah menyelenggarakan program ini sejak tahun 1965 untuk membantu warganya yang ingin berkuliah atau masuk ke dalamsekolah profesi. Departemen Pendidikan Amerika Serikat sendiri sebagai penyedia student loan terbesar di Amerika Serikat menyediakan US$112 Milyar per tahun untuk membayarkan biaya kuliah lebih dari 10 juta mahasiwa.
Mekanisme student loan
Student loan tidak sesederhana “pinjaman” pada umumnya.
Niat dari program ini sejatinya baik karena ingin memfasilitasi orang-orang yang tidak mampu membayar biaya
pendidikan yang mahal agar tetap bisa mendapatkan pendidikan yang cukup agar siap bekerja. Perbedaan latar belakang
dan kondisi penerima pinjaman tentu menjadikan program ini memiliki beberapa skema.
Pemerintah Amerika Serikat akan membayarkan biaya studi seseorang sampai lulus dan setelah lulus, peminjam memiliki masa tunggu kerja hingga enam bulan. Setelah itu, setiap peminjam harus mulai membayar cicilan dana pinjamannya.
Namun, ada skema yang berbeda tergantung jenis skema yang diambil. Contohnya pinjaman bersubsidi yang diberikan untuk mahasiswa yang memenuhi syarat, baik secara administratif serta membutuhkan bantuan secara finansial. Bunga pada skema ini akan dibayar oleh pemerintah selama masa pendidikan dan masa tunggu kerja. Sedangkan contoh lainnya adalah pinjaman tanpa subsidi yang diberikan untuk mahasiswa yang memenuhi syarat secara administratif, namun bukan berdasarkan kebutuhan secara finansial. Bunga pinjaman dalam skema ini tetap harus dibayarkan oleh mahasiswa sejak selama masa studi hingga pinjaman lunas.
Student loan menyebabkan krisis ekonomi
Walau sudah berjalan puluhan tahun, student
loan di Amerika Serikat justru menimbulkan
masalah besar. Melansir laman Council on Foreign Relations, total pinjaman dana
pendidikan di Amerika Serikat telah mencapat US$1,77 trilyun, melebihi pinjaman untuk
dana transportasi dan pinjaman pribadi, seperti kartu kredit.
Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa program ini tetap harus dipertahankan karena meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tetap bersaing di tingkat global. Namun, di sisi lain, beberapa ahli meyakini bahwa dana pinjaman ini justru menghambat perkembangan generasi muda karena ketika mereka bekerja, sebagian besar uang mereka justru habis untuk membayar cicilan pendidikan. Berbeda dengan kondisi pada generasi sebelumnya, membayar cicilan ini tidak terlalu sulit karena biaya pendidikan juga cukup terjangkau. Saat ini, Amerika memiliki biaya pendidikan paling mahal diantara negara-negara maju. Konsekuensinya, cicilan student loan pun membengkak.
Masalah lain yang timbul adalah lebih dari seperempat masyarakat Amerika Serikat memiliki hutang dana pendidikan antara US$10.000 hingga US$100.000. Dampaknya terhadap ekonomi Amerika Serikat adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi karena menurunnya daya beli masyarakat. Para ahli percaya jika ini terus terjadi, maka akan mengarah kepada resesi dan gagalnya pemulihan ekonomi setelah pandemi.
Pemerintah Amerika Serikat juga tengah mengupayakan perbaikan krisis ini melalui program terbaru Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris, yaitu save plan. Program ini menghilangkan atau memberikan amnesti pada peminjam yang sudah mencicil student loan selama lebih dari 20 tahun atau meminjam kurang dari US$12.000. Program ini direncanakan mulai berlaku sejak Februari 2024.
Student
loan di Indonesia bisa menjadi solusi?
Student loan adalah program yang sangat rumit dan berdampak
secara signifikan
terhadap perekonomian negara. Tentu pemerintah perlu mengadakan kajian secara
detail dan mendalam, sebagaimana disampaikan oleh Sri Mulyani. Program ini bisa jadi cocok atau bahkan tidak
cocok sama sekali diterapkan di Indonesia. Namun, dengan kebutuhan yang tinggi akan biaya pendidikan yang
kian membengkak, bisa jadi pemerintah memiliki solusi yang lebih baik daripada student
loan.
Namun yang pasti, apapun solusi yang ditawarkan pemerintah, pemerintah perlu kembali ke tujuan awal munculnya ide student loan ini. Tujuan awalnya adalah untuk membantu setiap masyarakat Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak, dan ini sejalan dengan mimpi Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
[Opini ini dimuat di Dentamedia Nomor 1 Volume 28 Januari-Maret 2024; Foto : Adobe Stock; Editor : Messya Rachmani]
Posting Komentar untuk "Dana Pendidikan Dibayarkan Pinjol, Student Loan Jadi Solusi?"